Thursday, April 21, 2011

Pendidikan untuk Pengentasan Kemiskinan

Konsep pendidikan untuk pengentasan kemiskinan mempunyai dua makna. Makna pertama didasarkan pada teori human capital yang menyatakan bahwa di samping modal dan teknologi, manusia juga merupakan salah satu faktor utama untuk mendukung pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Pertumbuhan ekonomi di Jepang dan Korea Selatan merupakan contoh. Kedua negara ini miskin sumber daya alam, tetapi pertumbuhan ekonominya tinggi karena mempunyai sumber daya manusia dengan kompetensi tinggi, terutama di bidang teknologi dan ilmu pengetahuan. Makna kedua berkaitan dengan kebijakan afirmatif. Kebijakan ini pada prinsipnya menegaskan bahwa pelayanan pendidikan harus bersifat nondiskriminatif. Minat dan bakat menjadi satu-satunya dasar untuk melakukan seleksi (bukan mendiskriminasikan) setiap siswa untuk mendapatkan pelayanan pendidikan. Kebijakan pendidikan, baik di negara berkembang maupun maju, selalu diarahkan pada peningkatan pemerataan dan mutu pelayanan pendidikan.

Kriteria efisiensi dan efektivitas menjadi pertimbangan manajemen ketika ketersediaan sumber dana senantiasa terbatas. Akibatnya alokasi dana untuk menunjang kebijakan pendidikan selalu dihadapkan pada fenomena trade-off. Adanya fenomena trade-off menuntut kejelian pemerintah dalam melakukan prioritas. Penetapan target yang akan dicapai pada periode tertentu tentu saja tidak hanya mempertimbangkan jumlah anggaran yang dapat disediakan pemerintah, tetapi juga karakteristik target pendidikan.

Permasalahan Perenial

Paling tidak terdapat dua permasalahan perenial yang saling berkaitan antara kebijakan peningkatan pemerataan dan mutu pelayanan pendidikan dengan mempertimbangkan keterbatasan sumber dana. Kedua permasalahan tersebut adalah kemiskinan dan keterisolasian geografis. Kemiskinan menjadi pertimbangan karena berkaitan dengan kemampuan orang tua untuk menyisihkan sebagian penghasilanuntukmenyekolahkan anaknya. Namun, hal ini tidak dapat dijadikan alasan bahwa mereka yang berasal dari keluarga yang tidak mampu secara ekonomis didiskriminasikan dari pelayanan pendidikan.

Keterisolasian geografis menjadi permasalahan yang sudah ada sejak Indonesia merdeka. Pengabaian terhadap masalah ini mempunyai konsekuensi terhadap efektivitas pencapaian kebijakan pendidikan. Mereka juga warga Indonesia yang mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Di samping berkenaan dengan masalah kemiskinan dan keterpencilan geografis, kebijakan pendidikan juga dihadapkan dengan masalah pengangguran.Pendidikan dianggap bertanggung jawab terhadap pengangguran yang terjadi. Satuan pendidikan pada dasarnya tidak bisa menjamin bahwa setiap lulusannya mendapat pekerjaan. Perdebatan tentang peran pendidikan dalam menghantarkan peserta siswa memasuki dunia kerja adalah ready for trainatau ready for use.

Argumentasi yang dikemukakan di sini adalah peran pendidikan mengantarkan siswa untuk ready for trainpada saat lulus. Rekrutmen tenaga kerja selalu didasarkan pada mekanisme queing theory. Mereka yang berada dalam urutan terdepan dalam rekrutmen tenaga kerja adalah mereka yang relatif terampil sehingga memerlukan alokasi sumber daya paling minimum untuk pelatihan lebih lanjut. Sulit bagi kebijakan pendidikan untuk secara langsung mengikuti perkembangan kebutuhan dunia kerja yang bergerak lebih cepat daripada dunia pendidikan.

Intervensi Kebijakan

Bagaimana pendidikan dapat mengentaskan kemiskinan tentu sesuai kebijakan pendidikan yang diarahkan. Pemberian beasiswa bagi siswa miskin merupakan intervensi kebijakan pendidikan yang bersifat afirmatif. Pada acara Bukan Empat Matapada Maret 2011 ditampilkan seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Dia adalah anak dari seorang tukang cendol yang tentu saja tidak akan mampu untuk membiayai anaknya masuk Fakultas Kedokteran.

Dengan program Beasiswa Pendidikan bagi calon Mahasiswa Berprestasi dari Keluarga Kurang Mampu (Bidik Misi), terbuka kesempatan baginya untuk mewujudkan cita-citanya menjadi dokter. Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdapat program serupa seperti beasiswa miskin dan beasiswa berprestasi. Program-program seperti itu telah berhasil menghantarkan siswa untuk menyelesaikan pendidikannya pada jenjang menengah. Selanjutnya apabila diterima di perguruan tinggi, program Bidik Misi akan menyambutnya. Program untuk mendukung kebijakan afirmatif yang lainnya adalah menyediakan sarana dan prasarana pendidikan yang dapat memfasilitasi kegiatan belajar mengajar siswa dari keluarga kurang mampu secara ekonomis dan dari daerah terpencil.

Bentuknya tidak harus berupa bangunan, tetapi juga sarana transportasi yang dapat menjamin mobilitas mereka,serta penyediaan sumber belajar yang bisa dibawa pulang. Meskipun pendidikan tidak secara langsung dapat mengatasi pengangguran, kebijakan pendidikan tidak bisa lepas tangan dengan adanya pengangguran. Apa yang bisa dilakukan kebijakan pendidikan adalah membenahi kurikulum agar dapat selalu mengantisipasi kebutuhan dunia kerja. Bersamaan dengan hal itu, kompetensi guru ditingkatkan dan sarana pendidikan di tingkat satuan pendidikan diperhatikan.

Sistem Pendidikan Nasional menyediakan jalur pendidikan nonformal dan sekolah menengah kejuruan yang secara khusus mempersiapkan para lulusannya untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, tetapi untuk langsung masuk pada dunia kerja. Pada jalur dan sekolah menengah kejuruan ini orientasi pendidikan secara lebih khusus diarahkan untuk mempersiapkan lulusannya masuk dunia kerja. Kerja sama dengan dunia usaha menjadi suatu keharusan. Kerja sama ini bersifat saling menguntungkan. Sekolah akan lebih terarah dalam mempersiapkan program pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja.

Di lain pihak, dunia usaha dapat menekan alokasi sumber dana untuk pelatihan dalam rangka orientasi kerja pada perusahaannya. Pada tingkat makro, pertumbuhan ekonomi perlu untuk dipelihara.Hanya dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil pasar kerja dapat menyediakan tempat kepada para lulusan yang terampil dan kompetitif.

BAMBANG INDRIYANTO
Staf Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan Nasional

0 komentar:

Post a Comment