Wednesday, April 27, 2011

Briptu Norman & Polisi yang Bersahabat

Aksi Lipsinc Briptu Norman yang diunduh di Youtube baru-baru ini benar-benar membuat heboh masyarakat. Seperti diketahui dalam video Youtube tersebut  Briptu Norman (BN) dengan mahir mengikuti dendang lagu India. Lagu pilihannya ialah ‘Chaiyya, Chaiyya’ yang dinyanyikan Shahrukh Khan di film Dil Se tahun 1998. Beragam tanggapan pun muncul atas ulah Briptu Norman ini.

Sebagain besar masyarakat mengapresiasi positif atas kreativitas sang Briptu karena telah mampu memberi hiburan yang cukup menyegarkan, bahkan muncul pula dukungan masyarakat melalui jejaring sosial facebook. Di sisi lain, tindakan BN dianggap telah melanggar kode etik dan disiplin Polri sebab dilakukan saat sedang bertugas.

Sementara itu menurut Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (PuKAT) UGM, Zainal Arifin Muchtar mengatakan bahwa BN tidak perlu dihukum atas tindakannya, karena orang butuh refreshing dan tidak ada yang salah dengan hal itu. “Jangan yang kecil yang dijewer dan yang besar tidak dijewer. Masih banyak begundal-begundal nakal yang lebih butuh dijewer ketimbang prajurit ini,” katanya. (detik.com).

Lipsinc BN ini seolah sedikit bisa mengobati kepenatan akan situasi negara ini yang semakin tak menentu. Sekaligus sedikit bisa mengubah citra kepolisian yang tampak meyeramkan bagi sebagian orang. Selama ini memang, citra polisi dipandang tak begitu bersahabat bagi masyarakat, seringkali mereka harus terlibat bentrok langsung dengan masyarakat. Padahal konon mereka adalah pelayan masyarakat.

Sudah saatnya kepolisian untuk melakukan pembenahan menyeluruh di dalam tubuhnya. Sudah cukup banyak penilaian negatif prespektif masyarakat tentang institusi penegak hukum yang satu ini. Mulai dari kasus korupsi dan suap, penyalahgunaan wewenang, tindakan diskriminatif, dsb. Menurut hemat penulis, yang perlu diperhatikan ialah:

Pertama, perbaikan kepempinan. Pemimpin yang kredibel, amanah dan jujur dibutuhkan oleh institusi kepolisian sehingga dapat menciptakan sikap keteladanan yang baik bagi aparat polisi. Ia harus mampu menindak tegas oknum-oknum kepolisian yang nakal tanpa menutup-nutupi, mengingat jika tak ada tindakan tegas maka hal ini akan seperti penyakit menular yang cepat menjalar ke oknum lain, penyelewengan pun semakin subur. Dan tak kalah penting, pemimpin juga harus dapat menjalankan roda struktur dan sistem organisasi kepolisian dengan baik.

Kedua, perbaikan sistem kepolisian. Paradigma kepolisian harus benar-banar diarahkan sebagai pelayan, pengayom dan pelindung bagi umat, sesuai dengan slogannya “kami siap melayani anda”. Pada saat ini, organisasi Polri membawahi 31 Polda, 21 Polwil dan Polwiltabes, 456 Polres, 4.567 Polsek, dan 2.763 Pospo (sespim.polri.go.id). Bagaimana fungsi polisi ini harus nyata-nyata menjadi pelayan, pengayom dan pelindung umat, bukan sebaliknya mereka justru bertindak seolah-olah seperti musuh bagi umat. Mesti dihindari pula tindakan deskriminatif dalam penegakkan hukum, kesewenang-wenangan, dan seterusnya.

Terkadang pula masyarakat enggan jika meminta pelayanan dari kepolisian karena tak jarang masyarakat harus terkena resiko finansial. Hingga ada anggapan, jika berurusan dengan polisi ujung-ujungnya pasti duit. Maka image ini pun harus segera dirubah oleh pihak kepolisian, sebab  mereka sudah mendapat gaji yang layak dan notabene gaji itu juga sudah dari kantong rakyat.

Ketiga, perbaikan moral. Tak bisa dipungkiri, kondisi moral aparat kepolisian saat ini cukup memprihatinkan. Begitu banyak oknum-oknum nakal yang menyalahgunakan kekuasaan dan wewenang, seperti halnya pungli, korupsi, suap, dsb. Itu semua merupakan dampak dari buruknya moral kepolisian.

Karena itu perlu adanya perbaikan. Sebagaimana diketahui, mayoritas anggota kepolisian Indonesia adalah Muslim, mereka memerlukan sentuhan akidah Islam yang mendalam sehingga moral mereka secara otomatis juga mengalami perbaikan. Perlu dijelaskan pula bahwa akidah Islam memancarkan sebuah sistem kehidupan yang menyeluruh yang mengatur urusan pribadi, keluarga maupun Negara. Dan menolak sekulerisme, pluralisme dan liberalisme.

Secara umum catatan buruk kepolisian tersebut adalah diakibatkan oleh sistem sekulerisme yang memisahkan agama dengan kehidupan, yang memandang Islam hanya di masjid-masjid saja, tidak untuk ranah publik. Amanat sistem sekulerisme pula yang membuat mereka terkadang bertindak sebagai musuh bagi masyarakat. Korban dari sistem alias korban instruksi.

Bukan tugas yang mudah tentunya bagi salah satu institusi yang bertanggung jawab atas  keamanan dan kenyamanan masyarakat ini menjalankan tugasnya. Namun hal ini akan terasa tidak terlalu berat bilamana didasari dengan sikap keimanan dan ketaqwaan para anggotanya.

Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara kaaffah, dan janganlah mengikuti langkah-langkah syaitan” (QS. Al-Baqarah: 208)

Sayyid Qutb berkata:  “Sesungguhnya Allah yang maha Suci lagi maha Tinggi memanggil kita dengan menyebut gelar kemuliaan kita, yaitu keimanan, sifat yang paling dicintai oleh Allah yang maha Suci lagi maha Tinggi, karena dengan sifat inilah yang membedakan dan memisahkan kita dari yang lainnya dan menghubungkan kita kelak dengan Rabb yang maha Tinggi, yaitu agar kita dengan kasih sayang Rabb tunduk dan melaksanakan Islam pada seluruh aspek kehidupan untuk Ilah kita, baik pada sisi pribadi maupun masyarakat, baik pada urusan-urusan yang remeh maupun yang besar, yaitu agar kita menyerahkan seluruh urusan untuk diatur oleh sistem Ilahi ini, baik dalam perasaan maupun pemahaman, baik niat maupun amal, baik ketika senang maupun sedih, dan agar kita tidak tunduk pada sistem selainnya. Menyerahkan diri dengan ketaatan mendalam yang tenang dan ridha.” (Tafsir Zilal 1/183)

Jelaslah bahwa polisi (Asy-Syurthah) harus menjadi pengawal kebenaran. Untuk polisi yang lebih bersih dan professional. Termasuk Briptu Norman yang sekarang telah menjadi artis dadakan ini tentunya. Wallahu a'lam.

Ali Mustofa  
Direktur Riset Media Surakarta

0 komentar:

Post a Comment