KERAP KALI kita saksikan berita di media massa yang mengabarkan minimnya fasilitas serta sarana prasarana pendidikan di negeri ini. Bahkan, di beberapa daerah ada sekolah yang tidak pantas lagi disebut sebagai sekolah akibat kerusakan bangunan yang begitu parah termakan usia. Tak jarang, para siswa calon penerus bangsa pun harus rela belajar di tenda-tenda darurat. Bahkan, ada juga sekolah yang nekat tetap melangsungkan proses belajar mengajar di gedung sekolah yang rusak parah itu. Sementara saat ini di gedung yang berfasilitas serba “wah” di Senayan sana, para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru sedang sibuk merencanakan pembangunan gedung baru.
Rencananya, gedung baru DPR tersebut akan menelan biaya Rp1,168 triliun. Dengan rincian biaya pembangunan fisik Rp7,2 juta per m2 dan berdiri di lahan seluas 157 ribu m2. Jadi, setiap ruangan anggota dewan akan menyerap biaya hampir Rp800 juta. Gedung baru DPR tersebut direncanakan memiliki 36 lantai dan dilengkapi fasilitas rekreasi, pusat kebugaran, dan spa. Nantinya setiap anggota DPR akan menempati ruangan seluas 111,1 m2 bersama seorang sekretaris pribadi dan empat staf ahli. Belum lagi fasilitas-fasilitas serba “wah” lainnya.
Wacana pembangunan gedung baru DPR ini langsung disambut dengan kecaman dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan masyarakat umum. Di DPR sendiri, banyak partai politik (parpol) yang menolak atas rencana yang tidak pro-rakyat itu. Ironisnya, sang DPR-1, Marzuki Ali tetap kukuh dengan pendiriannya, bahkan menyerang balik beberapa LSM dan masyarakat dengan mengeluarkan pernyataan yang kontroversial. Pernyataan arogan sang DPR-1 tersebut tentu melukai hati rakyat Indonesia. Rakyat yang telah memilih mereka sehingga kini bisa bertahta di gedung nan megah itu.
Para anggota DPR seharusnya menyadari bahwa mereka dipilih untuk menjadi wakil rakyat. Menyampaikan segala unek-unek dan aspirasi rakyat. Dengan kata lain anggota DPR adalah pengurus rakyat. Penyambung lidah rakyat kepada eksekutif. Anggota DPR harusnya mampu menjadi pelayan yang baik bagi rakyat. Bukan justru menjadi penguras anggaran negara di tengah-tengah penderitaan rakyat seperti sekarang ini.
Dengan mempertimbangkan kondisi rakyat Indonesia sekarang ini akan lebih bijak tentunya bila rencana pembangunan gedung baru DPR tersebut dikaji kembali. Apalagi saat ini tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja DPR sangat rendah. Para elit DPR sebaiknya introspeksi diri apakah kinerja mereka selama ini sudah baik dan pro-rakyat ataukah belum. Jika memang berkomitmen mengurus kepentingan rakyat, tentu akan bekerja profesional bagaimanapun kondisi gedung yang ditempatinya. Terlebih selama ini fasilitas-fasilitas yang diterima para anggota DPR dirasa sudah lebih dari cukup.
Rakyat pun semakin bertanya-tanya, selama ini sebenarnya DPR itu “ngurus ataukah justru nguras” duit rakyat? Kenyataannya, selama ini justru terkesan banyak anggota Dewan yang cuma memanfaatkan rakyat. Mereka beli suara rakyat pemilik kedaulatan tertinggi negara ini dengan pepesan janji-janji palsu murahan. Apakah itu yang mereka sebut ngurus rakyat. Sementara untuk mengurus keperluan diri mereka sendiri saja masih harus “nguras” anggaran negara.
Cipto Wardoyo
Mahasiswa Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY)
0 komentar:
Post a Comment